MENUJU REPUBLIK INDONESIA SERIKAT
Indonesia Era 1945-1949 dimulai dengan
masuknya Sekutu diboncengi oleh Belanda yaitu Netherlend
Indische Civil Administration (NICA)
sebagai pemerintahan sipil belanda yang akan berusaha mengambil alih
pemerintahan dan mewakili kerajaan belanda, dan menyebar ke berbagai wilayah
Indonesia setelah kekalahan Jepang,
dan diakhiri dengan penyerahan kedaulatan kepada
Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Terdapat banyak
sekali peristiwa sejarah pada masa itu, pergantian berbagai posisi kabinet, Aksi Polisionil oleh Belanda, berbagai perundingan,
dan peristiwa-peristiwa sejarah lainnya (War for Independence: 1945 to 1950).
Setelah
kekalahan dan penyerahan Jepang kepada Sekutu, belanda tidak membuang begitu
saja kesempatan untuk dapat kembali menguasai Indonesia. Dengan pemerintahan
sipil belanda NICA, belanda mulai menyusuri wilayah – wilayah strategis di
Indonesia untuk kemudian mereka jadikan pusat – pusat pemerintahan bagi
Belanda. Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan tanggal 17
Agustus 1945 seolah – olah bukan sebuah tantangan dan hambatan bagi usaha
belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia.
Belanda
melalui Netherland Indische Civil Administration (NICA) berusaha menaklukan
kembali wilayah – wilayah strategis di Indonesia yang sempat jatuh ke tangan
pemerintahan pendudukan Jepang. Dengan berbagai propaganda yang dilancarkan
kepada pemerintahan Republik Indonesia yang baru merdeka dan dunia
Internasional, belanda sedikit demi sedikit mulai kembali mendapatkan hegemoninya
untuk menguasai Indonesia.
Latar Belakang Republik Indonesia Serikat (RIS)
Republik
Indonesia serikat (RIS) adalah sebuah bentuk simbol dari kekuasaan Pemerintahan
Belanda di Indonesia. RIS diusahakan oleh pemerintah belanda bukan tanpa alas
an, tetapi mereka bertujuan untuk dapat menjadikan Indonesia sebagai mercusuar
bagi belanda di kawasan Asia Tenggara.
Dalam
pidato mahkota pada tahun 1901, Ratu Wilhelmina menyinggung tentang panggilan
moral kebijaksanaan politik kolonial, yang selanjutnya akan menghentikan
pemerasan di Hindia Belanda sebagai daerah rampasan. Kabijaksanaan ini akan
lebih memperhatikan perluasan pendidikan dan perbaikan Rakyat Indonesia (Ide
Anak Agung Gde Agung, 1983:10).
Sebenarnya
dalam awal abad 20, pemerintah Belanda melalui pidato mahkota Ratu Wilhelmina
telah menegaskan tentang pemberian hak politik dalam kehidupan rakyat Indonesia
melalui Politik Etis (Politik Balas Budi) Belanda. Bangsa Indonesia mempunyai
peluang dan kesempatan untuk menyususn dan menggerakan rakyat dalam proklamasi
kemerdekaan. Tetapi dalam pelaksanaannya, upaya untuk meringankan beban bangsa
Indonesia dari penjajahan Belanda tidak kunjung dapat dilaksanakan. Hal ini
dikarenakan pemerintah Hindia Belanda menyalahgunakan wewenang kekuasaannya di
Hindia Belanda. Hal ini pulalah yang membuat sistim pemerintahan di Hindia
Belanda tidak teratur dan belum menemukan bentuk dari pemerintahan yang
diinginkan oleh Belanda.
Pokok
pikiran, bahwa bangsa Indonesia belum matang untuk memerintah diri sendiri dan untuk
suatu pemerintahan parlementer penuh menjadi alasan keputusan pemerintah
Belanda untuk tidak melaksanakan “Janji November” (Ide Anak Agung Gde Agung,
1983:11).
Dalam
masa colonial belanda di Indonesia, tidaklah jelas bagaimana sistim
pemerintahan Indonesia harus dilakukan. Parlemen belanda dalam menyikapi
permasalahan Hindia Belanda telah terbagi dalam dua sikap Golongan pertama adalah golongan konservatif,
golongan yang menginginkan Hindia belanda tetap menjadi Negara jajahan dari
Belanda dan menjadikannya sebagai Negara persemakmuran dari Belanda. Golongan kedua adalah golongan pro kemerdekaan
bangsa Indonesia, golongan yang menginginkan Indonesia menjadi Negara yang
merdeka. Golongan kedua berpendapat bahwa sudah sejak lama Belanda menjajah
Indonesia, dan sudah saatnya belanda memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Ketika
kemerdekaan diproklamasikan hanya da juumlah kecil kaum terpelajar. Ini
merupakan akibat sistempendidikan zaman penjajahan yang bertujuan menyekolahkan
hanya anak – anak pegawai negeri dan para kepala Bumiputra pemerintah colonial.
Ketika serbuan Jepang, hanya terdapat 344 orang sarjana dan 221 orang Dokter
untuk penduduk yang 60 juta jiwa rakyat Indonesia (Mochtar Lubis, 1979:145).
Pergantian
penjajahan di Indonesia tahun 1942 dari Belanda kepada jepang, telah memberi
suasana politik di Indonesia yang berbeda dari sebelumnya (ketika dijajah
Belanda). Tujuan dan tekad bangsa Indonesia untuk mengupayakan kemerdekaan
dapat terwujud ditahun 1945 setelah jepang menyatakan kalah dari Sekutu dalam
Perang Dunia II, dan Indonesia dapat memproklamasikan kemerdekaan bangsa
Indonesia.
Kemerdekaan
Indonesia melalui proklamasi kemerdekaan belum bias membawa Indonesia
melepaskan diri dari penjajahan, sedikitnya orang – orang Indonesia yang
terpelajar dan dokter menjadi suatu kendala. Ini menjadi suatu strategi dari
pemerintah Hindia Belanda yang menyalahgunakan Politik etis pada akhir abad 19
yang isi salah satunya adalah memberikan balas budi kepada bangsa Indonesia
melalui pendidikan. Hal ini dilakukan agar bangsa Indonesia tidak dapat menata
pemerintahan sendiri dan akan terus bergantung kepada Belanda. Sehingga Belanda
dapat dengan mudah kembali mengambil kuasa atas Indonesia.
Tujuan
Belanda mempertahankan Indonesia sebagai Negara jajahannya dan menjadikan
Indonesia sebagai Negara persemakmuran Belanda adalah bentuk dari pada
menjadikan Indonesia sebagai Negara boneka seperti yang dilakukan oleh Inggris
kepada Malaysia. Dengan tujuan tersebut, maka Belanda mengirim DR. HJ. Van Mook
sebagai Letnan Gubernur Jendral untuk dapat merubah ketatanegaraan Indonesia
menjadi sebuah Negara boneka yang berbentuk federal.
Van
Mook mengusulkan supaya pemerintah Belanda beralih kepada susunan kenegaraan
Federal di Indonesia. Pemikiran ini dikongkretkan pada tanggal 25 November 1945
dan kemudian dipakai sebagai dasar di dalam pembicaraan selama Konferensi
Malino pada bulan Juli 1946. Dalam konferensi ini wakil – wakil Kalimantan dan
Indonesia Timur berkesimpulan bahwa dalam tertib ketatanegaraan Indonesia, federalism
harus menjadi dasar suatu kesatuan tata Negara yang meliputi seluruh Indonesia:
jadi bentuknya Negara Indonesia Serikat (NIS) (Ide Anak Agung Gde Agung,
1983:18).
Ide
untuk mendirikan sebuah Negara serikat di Indonesia yang diprakarsai oleh Van
Mook, berlatar belakang dari keberhasilan Amerika dalam mendirikan Negara
serikat. Cita – cota inilah yang dilakukan Van Mook di Indonesia dengan
mendirikan Negara boneka di beberapa daerah di Indonesia untuk dijadikan Negara
bagian, serta berusaha mempengaruhi pimpinan daerah – daerah tersebut dengan
ide – ide tentang pembentukan Negara federal di Indonesia dengan nama Negara
Indonesia Serikat.
Pada
tanggal 15 Juli 1946, Dr. H.J. van Mook memprakarsai penyelenggaraan konferensi
di Malino, Sulawesi Selatan. Konferensi ini dihadiri oleh beberapa utusan
daerah yang telah dikuasai Belanda. Konferensi Malino membahas pembentukan
Negara-negara bagian dari suatu Negara federal. Berawal dari konferensi
tersebut, Van Mook atas nama Negara Belanda mulai membentuk negara-negara
boneka yang tujuannya adalah untuk mengepung dan memperlemah keberadaan
Republik Indonesia. Dengan terbentuknya Negara-negara boneka, RI dan
Negara-negara bagian akan dengan mudah diadu domba oleh Belanda. Hal ini
merupakan perwujudan dari politik kolonial Belanda, yaitu Devide et Impera (Historia66's Blog, 1
Maret 2010).
Di
dalam masa peralihan sebelum lahirnya NIS, pemerintah Belanda hanya mau
mengakui Republik Indonesia sebagai sebuah Negara bagian, atas dasar persamaan
derajar dengan Negara – Negara bagian lainnya, yang kemudian akan menjadi
bagian NIS yang merdeka. Belanda juga menuntut, Republik harus mengembalikan
semua wewenang yang diambil secara sewenang – wenang, Republik harus memutuskan
hubungan – hubungan dengan luar negeri dan menghapuskan dinas diplomatiknya.
Tentara Nasional Indonesia pun harus dibubarkan, karena sebuah Negara bagian
tidak berhak punya tentara sendiri. Secara singkat pemerintah belanda menuntut
Republik Indonesia menanggalkan hak kedaulatannya yang dicapainya sejak
Proklamasi Republik pada tanggal 17 Agustus 1945, sedangkan Wakil Tinggi
Mahkota mendapat kekuasaan besar selama masa peralihan.
Masalah Indonesia di Mata Dunia Internasional
Seperti
yang telah dibahas diatas, bahwasannya Belanda demi kembali untuk menguasai
Indonesia dan mendirikan negara jajahan, telah melakukan berbagai tindakan baik
bersifat militer maupun bersifat politik. Hal ini yang membuat keadaan Republik
Indonesia yang baru saja berdiri terdesak dan hampir mengalami perpecahan dan
kehancuran.
Perjuangan
yang sangat panjang bagi para pejuang kemerdekaan seperti Bung Karno dan Bung
Hatta yang saat itu menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Para founding father kita harus mempertahankan dan mencagah belanda mendirikan
negara jajahan dan menjadikan Indonesia sebagai bagian dari Hindia Belanda.
Upaya
Belanda dalam menciptakan propsaganda dan provokasi terhadap dunia
internasional mengenai Indonesia tidak berjalan mulus, karena sebagian besar
negara – negara di kawasan Asia dan Afrika mendukung dan memberikan bantuan
untuk dapat mempertahankan Republik Indonesia.
Pada
awal Bulan Maret 1949 Menteri Luar Negeri Iran menyampaikan sebuah nota kepada
wakil Belanda di Teheran. Dalam nota ini dikatakan bahwa Pemerintah Iran akan
tampil ke muka membela kepentingan kaum muslimin Indonesia, dan akan sangat
menghargai penyelesaian yang sesuai dengan piagam Perserikatan Bangsa – Bangsa
(PBB), dan mengaharapkan supaya Nederland selekasnya mengambil langkah –
langkah ke arah terjaminnya kemerdekaan dan kebebasan Indonesia (A.H. Nasution,
1976:5).
Pemerintah
Iran dengan tegas dan lantang akan mendukung dan membantu terhadap tercapainya
sebuah kesepakatan melalui dewan keamanan PBB untuk dapat memberikan kemerdekaan
dan kebebasan terhadap Indonesia. Walaupun pembelaan Iran terhadap Indonesia
lebih dikarenakan factor kepercayaan (agama), tetapi ini membuktikan bahwa
hubungan internasional Indonesia dengan negara – negara di kawasan Asia sangat
kuat dan tidak mudah untuk dicegah oleh propaganda dan provokator yang
dilancarkan oleh pemerintah belanda kepada dunia internasional.
Selain
menciptakan propaganda dan provokasi di dunia internasional sebagai usaha untuk
menguasai kembali Indonesia, Belanda telah mengadakan penguasaan langsung
terhadap Indonesia dengan mendatangkan pasukan ke Indonesia. Hal ini dilakukan
pemerintah Belanda untuk mencegah ancaman – ancaman pemberontakan dan
peperangan dengan pasukan tentara Indonesia.
Pengiriman
pasukan Belanda ke Indonesia memang diperuntukan untuk menguasai Indonesia
melalui jalan militer. Provokasi Belanda terhadap Indonesia di dunia
internasional salah satunya menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu
sasaran dari komunis untuk mendirikan negara komunis, dan dengan dalih tersebut
belanda melancarkan Agresinya terhadap Indonesia.
Walaupun
mendapat tentangan dan kecaman dari dunia intenasional, tetapi belanda tetap
melakukan Agresinya karena mendapat dukungan dari Amerika, Inggris, dan
Prancis. Ketjiga negara adidaya tersebut berpendapat bahwa Indonesia adalah
sasaran kaum komunis dalam mendirikan negara komunis. Tetapi tujuan
sesungguhnya dari Agresi militer yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia
adalah untuk menyudutkan dan membatasi ruang gerak pemerintahan Indonesia
dengan menguasai satu persatu wilayah nusantara.
Pula
diumumkan resolusi dari National Planning Association, sebuah badan swasta
non-profit yang besar pengaruhnya, yang menyusun rancangan – rancangan untuk
pertanian dan perdagangan. Pemerintah Belanda dituduh tidak menepati janjinya
terhadap Indonesia dan tidak menghentikan tembak menembak. Tuntutan – tuntutan
seperti tersebut di bawah ini, diajukan kepada pemerintah belanda :
1.
Pembebasan Pimpinan – pimpinan Republik
dengan segera.
2.
Penarikan pasukan – pasukan Belanda dari
daerah yang dalam bulan Desember 1948 masih berada dalam kekuasaan Republik.
3.
Pelaksanaan Persetujuan Renville
4.
Segera dibukanya kembali perundingan –
perundingan di bawah pengawasan PBB. (A.H. Nasution, 1976:23).
Selama
peristiwa Agresi Belanda di Indonesia, selain menguasai wilayah – wilayah di
Nusantara, membatasi ruang gerak pemerintahan yang sah Republik Indonesia,
ternyata pasukan Belanda telah mengurung dan menangkap para pemimpin Republik
agar tidak ada lagi pilihan selain menjadi bagian dari Belanda.
Usaha
Belanda dalam menangkap pimpinan – pimpinan Republik Indonesia mendapat kecaman
dunia Internasional, karena Belanda berusaha menghidupkan kembali kolonialisme
di kawasan Benua Asia. Dukungan dan tuntutan pembebasan terhadap pimpinan
Indonesia disuarakan oleh Senator Amerika bernama Brewster, dengan posisinya
sebagai Senator di Parlemen di Amerika Serikat mencoba berusaha merubah arah
kebijakan pemerintaha Amerika yang cenderung mendukung Agresi Belanda atas
Indonesia.
Masalah
Indonesia dengan Belanda memang sudah menjadi perhatian dunia internasional,
keprihatinan dunia internasional terhadap keadaan Indonesia yang disudutkan
menyebabkan negara – negara di kawasan Asia khususnya dan di seluruh dunia pada
umumnya merasa harus ikut campur dalam penyelesaian konflik antara Indonesia
dan Belanda.
Perdana
Menteri India yaitu Pandit Jawaharlal Nehru membahas masalah Indonesia melalui
Konferensi Asia di New Delhi pada tanggal 20 Januari 1949. Konferensi Asia di
hadiri oleh 19 Negara di Asia dan Afrika termasuk Australia yang mengirim
utusannya. Pada Konferensi Asia di New Delhi, Indonesia diwakili oleh beberapa
pejabat penting diantaranya :
1.
Mr. A.A. Maramis (Menteri Luar Negeri
PDRI)
2.
Mr. Utoyo (Wakil Indonesia di Singapura)
3.
Dr. Sudarsono (Wakil Indonesia di India)
4.
H.A. Rasyidi (Wakil Indonesia di Mesir)
5.
Dr. Sumitro (Wakil dagang RI di Amerika
Serikat)
Dalam
pertemuan Konferensi Asia di New Delhi India, menghasilkan Resolusi yang
menuntut Dewan Keamanan PBB segera mengambil langkah – langkah untuk dapat
menyelesaikan permasalahan indonesia dengan Belanda. Hal ini dilakukan sebagai
bentuk kepedulian terhadap perdamaian dunia.
Kesembilan
belas negara semuanya menjanjikan akan menyokong sepenuhnya setiap tindakan
yang akan diambil oleh Dewan Keamanan. Resolusi itu mengandung pula pasal –
pasal berikut :
1.
Pembebasan semua tawanan politik
2.
Memberikan keleluasaan bergerak bagi
semua pembesar Republik
3.
Pengembalian kepada Republik semua
daerah di Jawa, Sumatera, dan Madura, yang sejak tanggal 18 Desember 1948
diduduki oleh Belanda
4.
Dihapuskannya Blokade Ekonomi oleh
Belanda
5.
Pembentukan pemerintahan interim
Indonesia pada tanggal 1 Maret 1949
6.
Pemilihan umum bagi terbentuknya suatu
badan pembentuk undang – undang dasar pada tanggal 1 Oktober 1949. (A.H. Nasution,
1976:59).
Konferensi
Asia yang diselenggarakan di India tersebut telah membawa dampak dan pengaruh
yang cukup besar, Dewan Keamanan PBB tidak dapat begitu saja mengabaikan hasil
konferensi Asia yang dihadiri Sembilan belas negara di Asia dan Afrika termasuk
Australia. Belanda dalam hal ini berada dalam posisi kurang baik, karena usaha
propaganda dan provokasinya terhadap Indonesia tidak berhasil dan sedikit demi
sedikit mulai kehilangan pengaruhnya.
Jalan Menuju Konferensi Meja Bundar
Kegagalan
Belanda dalam melancarkan provokasi dan propaganda di dunia internasional,
mengakibat keadaan yang tidak menguntungkan bagi pemerintah Belanda. Agresi
militer yang dilancarkan pihak Belanda kepada Indonesia dengan menggunakan
dalih untuk menghalau laju perkembangan faham
Komunis ternyata telah menimbulkan banyak kecaman dari berbagai Pihak di
dunia internasional termasuk Dewan Keamanan.
Belanda
semakin tersudut manakala dunia internasional mengecam terhadap tindakan
Belanda yang menangkap dan membatasi gerakan politik Republik Indonesia.
Sehingga dalam Konferensi Asia di India menuntut belanda segera melepaskan para
Pemimpin Indonesia dan mengembalikan mereka pada posisinya sebagai pimpinan
Republik Indonesia. Dan mengecam pemerintah Amerika dan Inggris yang seolah –
olah mendukung terhadap tindakan Belanda.
Belanda
tidak diam terhadap kecaman – kecaman yang ditujukan kepada pemerintah Belanda
oleh dunia internasional. Belanda berusaha mengadakan pembelaan dan membenarkan
terhadap Agresi militernya di Indonesia sebagai berikut :
a.
Militer Indonesia selalu berusaha untuk
menginfiltrasi daerah – daerah yang telah dikuasai oleh Belanda.
b.
Pemerintah Republik Indonesia tidak
dapat mengendalikan militernya yang selalu berusaha merusdak ketentraman dan
perdamaian di perbatasan daerah kekuasaan Belanda.
c.
Republik Indonesia tidak dapat menekan
bahaya faham komunis yang semakin berkembang di Indonesia.
Dengan
keadaan Belanda yang tidak menguntungkan, pemerintah Belanda harus menerima
desakan dan intervensi dunia internasional baik dari hasil Konferensi Asia di
India, Resolusi PBB tentang konflik antara Belanda dan Indonesia, dan juga
desakan perundingan dari pemerintah Amerika Serikat.
Sebenarnya
perundingan antara Indonesia den belanda sudah dilakukan melalui Komite Tiga
Negara (KTN) di mana Indonesia diwakili oleh Australia, belanda diwakili oleh
Belgia dengan Amerika sebagai penengah. KTN pun pernah melakukan perundingan
yang difasilitasi oleh Amerika yang dilakukan di Kapal USS. Renville yang
menghasilkan tentang perencanaan pelaksanaan perundingan yang menghasilkan
kesepakatan antara Republik dan Belanda.
Perlu
kiranya diamatai, ternyata proses pejuangan melepaskan diri dari tekanan
Belanda bukan hanya dilakukan oleh Republik. Bijeenkomst Federaale Overleg (BFO)
atau musyawarah istimewa kaum federal dan strategi konseptor negara federal,
Ide Anak Agung Gde Agung.
BFO
merupakan daerah – daerah bagian republic Indonesia yang selama Agresi militer
Belanda berhasil dikuasai dan dijadikan Negara Boneka demi mempersempit ruang
lingkup Politik Republik Indonesia. BFO berusaha untuk bagaimana caranya
terjadi perundingan antara Indonesia dengan belanda sehingga tercipta
kesepakatan untuk mengakhiri konflik yang selama ini membuat masyarakat
Indonesia mengalami kesengsaraan akibat konflik kedua negara.
Konferensi
Meja Bundar merupakan sebuah perundingan tindak lanjut dari semua perundingan
yang telah ada. KMB dilaksanakan pada 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949 di
Den Haag, Belanda. Perundingan ini dilakukan untuk meredam segala bentuk
kekerasan yang dilakukan oleh Belanda yang berujung kegagalan pada pihak
Belanda. KMB adalah sebuah titik terang bagi bangsa Indonesia untuk memperoleh
pengakuan kedaulatan dari Belanda, menyelesaikan sengketa antara
Indonesia-Belanda, dan berusaha menjadi negara yang merdeka dari para penjajah.
Konferensi
Meja Bundar diikuti oleh perwakilan dari Indonesia, Belanda, dan perwakilan
badan yang mengurusi sengketa antara Indonesia-Belanda. Berikut ini para
delegasi yang hadir dalam KMB:
- Indonesia terdiri dari Drs.
Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.
- BFO dipimpin Sultan Hamid II
dari Pontianak.
- Belanda diwakili Mr. van
Maarseveen.
- UNCI diwakili oleh Chritchley.
Setelah melakukan
perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari konferensi tersebut. Berikut
merupakan hasil KMB:
- Belanda mengakui RIS sebagai
negara yang merdeka dan berdaulat.
- Pengakuan kedaulatan dilakukan
selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
- Masalah Irian Barat akan
diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan
RIS.
- Antara RIS dan Kerajaan
Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja
Belanda
Demikian
Konferensi Meja Bundar yang dilakukan di Den Haag Belanda menghasilkan beberapa
kesepakatan antara belanda dan Indonesia. Dengan adanya Republik Indonesia
Serikat, Belanda berupaya menekan dan melebur RI menjadi negara bagian
Pemerintahan Belanda. Tetapi untuk mencegah hal tersebut terjadi, Soekarno
ditetapkan sebagai Presiden RIS.
Republik Indonesia
serikat adalah sebuah Negara yang berdaulat atas dasar kesepakatan dua Negara
yaitu Kerajaan Belanda dan Republik Indonesia. Dengan menyepakati hasil – hasil
Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan tanggal 23 Agustus 1949 di Den Haag
Belanda, RIS berusaha menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan amanah yang
telah ditetapkan oleh KMB.
Dalam perjalannya
sejarah Republik Indonesia, yang mengalami peleburan dalam RIS merupakan sebuah
fakta sejarah yang membawa Negara kita menjadi sebuah Negara yang menganut
fahan Federal yaitu faham yang dipaksakan oleh Belanda kepada RI.
Walaupun RIS tidak
bertahan lama, tetapi itu adalah merupakan sebuah pengalaman sejarah bagi
Indonesia yang tidak bisa menerima pemerintahan dengan sistim federal.
Perkembangan Republik Indonesia Serikat (RIS)
Pada
tanggal 23 Agustus 1949 Konferensi Meja Bundar yang bersejarah ini dibuka
dengan resmi dengan suatu siding lengkap di Bangsal Ksatria (Ridderzaal) Staten General (Kedua Majelis Parlemen) di Lapangan Binnen Hof, Den
Haag, dengan suatu Pidato Perdana Menteri, Dress.
Dalam
Konferensi Meja Bundar telah memutuskan untuk membentuk lima Komisi yakni :
- Komisi
untuk urusan Politik dan Konstitusional
- Komisi
untuk urusan Keuangan dan Ekonomi
- Komisi
untuk urusan Militer
- Komisi
untuk Urusan Kebudayaan
- Komisi
untuk Urusan Sosial
Dalam
Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan tanggal 23 Agustus 1949, yang secara
resmi belanda menyerahkan pemerintahan sendiri terhadap Republik Indonesia
Serikat. Tetapi sebuah ironi, manakala kesepakatan KMB tidak sesuai dengan yang
diharapkan oleh Republik. Belanda dalam KMB menyatakan menyerahkan kedaulatan
penuh kepada RIS, tetapi tidak menyerahkan beserta Irian Barat/Irian Jaya.
Letnan
Gubernur jenderal Van Mook mengatakan atas nama Pemerintah Belanda, bahwa Irian
Jaya untuk selanjutnya akan merupakan bagian integral daerah RIS yang akan
datang. Hanya karena jaminan resmi ini, Konferensi dapat menyetujui untuk
memisahkan Irian Jaya dari daerah Indonesia Timur (Arsip Kementrian Dalam
Negeri, berkas telegram, no 7. Dalam Ide anak Agung Gde Agung, 1983:297)
Dalam
hal ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa belanda menggunakan Irian Jaya sebagai
kunci agar Republik Indonesia tidak dapat bergerak dengan leluasa. RIS akan
berada dalam pengawasan Belanda karena Irian Jaya belum bisa masuk ke dalam
kedaulatan RIS. Belanda tidak benar – benar memberikan kedaulatan penuh kepada
RIS.
Pada
tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam diadakan Uapacara Penyerahan Kedaulatan
dari kerajaan belanda kepada Republik Indonesia Serikat.
Politik dan Konstitusional
RIS
Komisi
Urusan Politik dan Konstitusional yang dihasilkan dalam KMB telah merumuskan
dan menghasilkan beberapa rekomendasi yang memang hasil ini mengacu kepada
hasil dari Konferensi Inter Indonesia yang dilaksanakan di Yogyakarta, yaitu:
1.
Negara Indonesia Serikat disetujui
dengan nama RIS berdasarkan demokrasi dan federalisme.
2.
RIS akan dikepalai seorang Presiden
konstitusional dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
3.
Akan dibentuk dua badan perwakilan,
yaitu sebuah dewan perwakilan rakyat dan sebuah dewan perwakilan Negara bagian
(senat). Pertama kali akan dibentuk dewan perwakilan rakyat sementara.
4.
Pemerintah federal sementara akan
menerima kedaulatan bukan saja dari pihak Negara Belanda, melainkan pada saat
yang sama juga dari Republik Indonesia.
Dalam
sidang KMB telah disepakati bahwa penyerahan kedaulatan dilaksanakan tanggal 27
Desember 1949 di dua tempat yaitu di Amsterdam belanda dan di Jakarta
Indonesia. Maka sebelum itu, pada tanggal 16 Desember 1949 Soekarno dan Hatta
dipilih sebagai Presiden dan wakil Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS)
oleh para wakil Republik dan para wakil Negara – Negara bagian RIS bentukan
belanda.
Segera
setelah terpilihnya Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan wakil Presiden RIS,
kabinet RIS pun dibentuk. Dan tanggal 20 Desember 1949 Presiden RIS Soekarno
melantik kabinet pertama Republik Indonesia Serikat :
1
|
Perdana
Menteri merangkap Menteri Luar Negeri
|
Drs. Mohammad
Hatta
|
2
|
Menteri Dalam
negeri
|
Ide Anak Agung
Gde Agung
|
3
|
Menteri
Pertahanan
|
Hamengkoe
Boewono IX
|
4
|
Menteri
Perekonomian
|
Ir.
Djuanda
|
5
|
Menteri
Keuangan
|
Syarifudin
Prawiranegara
|
6
|
Menteri
Perhubungan, Tenaga dan
Pekerjaan
Umum
|
Ir.
Herling Loah
|
7
|
Menteri
Kesehatan
|
Dr. Johannes
Leimena
|
8
|
Menteri Sosial
|
Mr. Kosasih
Poerwanegara
|
9
|
Menteri
Perburuhan
|
Mr. wilopo
|
10
|
Menteri
Pendidikan, Kesenian dan
Ilmu
Pengetahuan
|
Dr. Abu
Hanifah
|
11
|
Menteri Agama
|
Kiayi Haji
Wahid Hasjim
|
12
|
Menteri
Kehakiman
|
Prof. Mr. Dr.
Soepomo
|
13
|
Menteri
Penerangan
|
Arnold
Mononutu
|
14
|
Menteri
Penerangan
|
Dr.
Soeparmo
|
15
|
Menteri
Penerangan
|
Mr. Mohammad
Roem
|
16
|
Menteri
Penerangan
|
Sultan
Hamid II
|
Program
Kabinet RIS adalah sebagai berikut :
- Menyelenggarakan
supaya pemindahan kekuasaan ke tangan bangsa Indonesia di seluruh
Indonesia terjadi dengan seksama, mengusahakan reorganisasi KNIL dan
pembentukan Angkatan Perang RIS dan mengembalikan tentara Belanda ke
negerinya dalam waktu yang selekas – lekasnya.
- Menyelenggarakan
ketentraman umum, supaya dalam waktu yang sesingkat – singkatnya terjamin
berlakunya hak – hak demokrasi dan terlaksananya ha – hak dasar manusia
dan kemerdekaannya.
- Mengadakan
persiapan untuk dasar hukum, cara bagaimana rakyat menyatakan kemauannya
menurut asas – asas UUD RIS dan menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk
Konstituante.
- Berusaha
memperbaiki ekonomi rakyat, keadaan keuangan, perhubungan, perumahan dan
kesehatan untuk jaminan social dan penempatan Tenaga kambali ke dalam
masyarakat; mengadakan peraturan tentang upah minimum, pengawasan
pemerintah atas kegiatan ekonomi agar kegiatan itu terwujud kepada
kemakmuran rakyat seluruhnya.
- Menyempurnakan
Perguruan Tinggi sesuai dengan keperluan masyarakat Indonesia dan membangun
Kebudayaan Nasional, mempergiat pemberantasan buta huruf di kalangan
rakyat.
- Menyelesaikan
soal Irian Barat dalam setahun ini juga dengan jalan damai.
- Menjalankan
Politik Luar Negeri yang memperkuat kedudukan RIS dalam dunia
internasional dengan memperkuat cita – cita perdamaian dunia dan
persaudaraan bangsa – bangsa, memperkuat hubungan moril, politik dan
ekonomi antara Negara – Negara Asia tenggara. Menjalankan politik dalam
UNI, agar supaya UNI ini berguna bagi kepentingan RIS. Berusaha supaya RIS
menjadi anggota Perserikatan Bangsa – Bangsa (Mohammad Hatta, dalam
Memoir:561-562)
Setelah
membentuk kabinet RIS yang pertama kalinya, RIS sudah harus segera membenahi
pemerintahan. Salah satu permasalahan yang segera diselesaikan adalah hasil
lain Komisi urusan Politik dan Konstitusional adalah permasalahan kebangsaan
dan kewarganegaraan. Beberapa rekomendasi Komisi urusan Politik dan
Konstitusional adalah :
- Orang
– orang Belanda yang lahir di Indonesia, atau bertempat tinggal di
Indonesia lebih dari enam bulan, berhak memohon kebangsaan Indonesia.
- Para
kaulanegara yang tak termasuk golongan penduduk belanda, tetapi yang
termasuk golongan penduduk orang – orang asli di Indonesia, maupun
penduduk Republik Indonesia, pada asas berkebangsaan Indonesia. Mereka berhak
memilih kebangsaan belanda, jika mereka bertempat tinggal di negeri
Belanda atau di luar Indonesia.
- Ketentuan
– ketentuan khusus diadakan untuk para kaulanegara Belanda bukan orang –
orang belanda, yang termasuk golongan penduduk orang – orang asli
Indonesia dan bertempat tinggal di Suriname atau di Antillen Belanda atau
yang asalnya bukan orang Indonesia (Ide Anak Agung Gde Agung, 1983:307).
Permasalahan
kebangsaan dan kewarganegaraan yang membutuhkan sikap dan tindakan RIS untuk
dapat segera melakukan hasil dari Komisi Politik dan Konstitusional dalam
masalah Kebangsaan dan Kewarganegaraan. Permasalahn kebangsaan dan
kewarganegaraan yang terjadi di Republik Indonesia Serikat lebih disebabkan
karena kebijakan dan tindakan pemerintah Belanda yang ketika menjajah Indonesia
telah banyak melakukan pembuangan terhadap masyarakat pribumi ke luar
Indonesia, dan berusaha untuk menciptakan Negara Hindia Belanda dengan
mendatangkan masyarakat belanda ke Indonesia untuk mendiami tanah atau daerah –
daerah di wilayah Indonesia.
Keuangan dan Ekonomi RIS
Ekonomi
Negara menjadi salah satu permasalahan yang sangat penting, karena untuk Negara
yang baru berdiri perlu ditopang oleh ekonomi yang cukup kuat. Hal ini pun
tidak terlepas dari program utama Kabinet RIS yaitu : “Berusaha memperbaiki ekonomi rakyat, keadaan keuangan, perhubungan,
perumahan dan kesehatan untuk jaminan social dan penempatan Tenaga kambali ke
dalam masyarakat; mengadakan peraturan tentang upah minimum, pengawasan
pemerintah atas kegiatan ekonomi agar kegiatan itu terwujud kepada kemakmuran
rakyat seluruhnya”.
Ini
menjadi pokok yang sangat substansial, karena masalah ekonomi dan dan keuangan
ini pun telah mendapat perhatian dan rekomendasi dari KMB melaui Komisi urusan
Keuangan dan Ekonomi. Selama penyelenggaraan KMB, dan sampai selesainya KMB RIS
mempunyai utang – utang kepada Kerajaan Belanda khususnya dalam hal pengeluaran
– pengeluaran militer serta utang kepada beberapa Negara pendukung KMB.
Pemerintah
RIS mengakui bertanggung jawab membayar bunga dan tebusan utang kepada Belanda,
sejumlah 817 juta gulden (Rupiah
Belanda) dan utang kepada Negara – Negara lain yang mencaoai alih hak – hak dan
kewajiban – kewajiban yang timbul dari persetujuan – persetujuan yang ada yang
mencapai maksimum 268,5 juta gulden
utang pemerintah berjangka pendek (Historia66's
Blog, 1 Maret 2010).
Berdirinya
RIS sebagai Negara berdaulat, tidak serta didukung secara ekonomi. Dengan utang
– utang RIS kepada kerajaan Belanda dan Negara – Negara pendukung KMB, RIS
harus segera membenahi dan menyelesaikan permasalahan ekonomi tersebut agar
segera dapat memikirkan kebijakan ekonomi RIS selanjutnya. Ini menjadi menjadi
tugas yang cukup berat bagi menteri Ekonomi RIS Ir. Djuanda dan Menteri
Keuangan Syarif Prawiranegara untuk segera menstabilkan keadaan ekonomi
Republik Indonesia Serikat.
Permasalahan Militer RIS
Setalah
terbentuk pemerintahan yang sah dari Republik Indonesia Serikat melalui hasil –
hasil KMB dalam Komisi urusan Politik
dan Konstitusional, maka dengan ini RIS mulai menjalankan roda pemerintahan
dengan membangun ekonomi dan keuangan RIS yang sebagaimana telah disepakat dari
Komisi urusan keuangan dan Ekonomi dari KMB. Pemerintah RIS mulai berbenah diri
dalam hal militer. Karena militer merupakan pertahanan utama dalam
mempertahankan kedaulatan Negara RIS.
Sebelum
Republik Indonesia menjadi Negara bagian dari Republik Indonesia Serikat, telah
memiliki angkatan perang sendiri yaitu tentara Nasional Indonesia (TNI). Salah
satu tuntutan belanda sebelum adanya KMB adalah membubarkan angkatan perang RI,
dengan tujuan melemahkan pertahanan RI dan membuat seolah – olah Republik
Indonesia tunduk terhadap keinginan Kerajaan Belanda dalam pembentukan Negara
federal RIS.
Menjadi
sebuah dilema, bagi pemerintahan RIS yang memang pucuk pimpinan RIS adalah
pimpinan Republik Indonesia. Untuk memutuskan bagaimana caranya mempertahankan
TNI sebagai alat pertahanan Negara RI tetap ada dengan tidak bertentang pada
tujuan RIS dalam KMB.
Tinggal
TNI yang menjadi kesulitan. Ketika itu mendengung – dengung dalam telinga kita
ucapan Mohammad Roem, Ketua Delegasi RI, di Jakarta, yang tidak menyebut kita
TNI lagi, melainkan “kesatuan bersenjata” dan istilah – istilah lain seperti
Republik “pengikut – pengikut Republik yang bersenjata”, yang semuanya
menunjukan seolah – olah tidak ada lagi TNI (A.H. Nasution, 1973:317).
Sebenarnya,
sebelum akan dilaksanakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) tanggal 23 Agustus
1949 telah bergejolak dalam hati dan pikiran para TNI tentang status mereka
sebagai garda terdepan dalam proses mempertahankan Republik Indonesia yang saat
terjadinya Agresi Militer Belanda KNIL berhasil menduduki Ibu Kota RI yaitu
Yogyakarta. TNI berpikira, setelah KMB dilaksanakan dan terbentuk RIS apa yang
akan terjadi dengan TNI ?
Dalam
Konferensi Inter Indonesia di Yogyakarta telah diambil kesepakatan mengenai
angkatan bersenjata RIS setelah terbentuk dengan resminya RIS :
1.
Angkatan Perang RIS adalah angkatan
perang nasional. Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.
2.
Pertahanan Negara adalah semata – mata
hak pemerintah RIS; Negara – Negara bagian tidak akan memiliki angkatan perang
sendiri.
3.
Pembentukan Angkatan Perang RIS adalah
semata – mata soal bangsa Indonesia. Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh
pemerintah RIS dengan inti angkatan Perang RI (TNI), bersama – sama orang
Indonesia yang ada dalam KNIL, ML, KM, VB dan Territorial Bataljons.
4.
Pada masa permulaan RIS, Menteri
Pertahanan dapat merangkap sebagai Panglima Besar APRIS (Roeslan Abdulgani,
1980:60).
Setelah
KMB bergulir dan berdiri RIS, maka semua Negara bagian dari pada RIS dilarang
untuk memiliki angkatan perang sendiri termasuk RI. Inilah yang menjadi beban
dari pada para petinggi dan Jendral serta para Panglima besar dalam kesatuan
Tentara Republik Indonesia. Negara yang telah susah payah direbut dengan darah
perjuangan TNI, dan berkat TNI RI sampai saat terbentuknya RIS masih berdiri
kokoh sebagai Negara yang berdaulat.
Tidak
cukup itu saja “korban perasaan” para prajurit TNI. Mereka juga diharuskan
menerima bekas anggota KNIL dalam lingkungannya. Padahal selama perang
kemerdekaan anggota KNIL itu mereka anggap pengkhianat. Mereka mengerti, bahwa
demi persatuan Indonesia untuk menyingkirkan Belanda dari tanah air, kita harus
dapat mengorbankan perasaan. Namun yang dituntut dari mereka tidak mudah, dan
memerlukan waktu untuk penyesuaian (A.S.S. Tambunan, 1991:62).
Merupakan
sebuah proses yang membutuhkan pengorbanan yang cukup besar demi tercapainya
perdamaian dan kesatuan dalam RI. Inilah yang menjadi beban dari kebijakan RIS
dalam bidang Militer, yang memang mengacu kepada Konferensi Inter Indonesia di
Yogyakarta dan hasil rekomendasi KMB dalam Komisi urusan Militer.
Hasil
– hasil yang telah disepakati dalam Rekomendasi Komisi urusan militer dalam KMB
adalah :
1.
Setelah penyerahan kedaulatan, Republik
Indonesia Serikat bertanggung jawab, atas keamanan ke dalam, dan atas
pertahanan Indonesia terhadap luar.
2.
Setelah penyerahan kedaulatan, angkatan
perang Belanda akan ditarik kembali dari Indonesia.
3.
Sambil menunggu mereka diangkut dengan
kapal ke negeri Belanda, pasukan – pasukan ini dilarang dipergunakan untuk
operasi – operasi militer, kecuali hal ini diminta oleh pemerintah Republik
Indonesia Serikat.
4.
Anggota – anggota angkatan perang, yang
diorganisasikan dan dipersenjatai oleh pemerintah Hindia-Belanda, seperti KNIL
dan apa yang disebut sebagai batalyon – batalyon Federal, pada asasnya dapat
ditampung oleh angkatan perang Republik Indonesia Serikat; peralatan – peralatan
dan persenjataan mereka harus diserahterimakan dengan cara yang efisien, hal
yang satu dengan yang lainnya ditentukan setelah kedua belah pihak
bermusyawarah.
5.
Tanggung jawab Militer Teritorial harus
diserahterimakan dengan suatu cara yang tertib antara pembesar – pembesar
Belanda dan Indonesia.
6.
Suatu misi militer Belanda akan dikirim
ke Indonesia untuk membantu RIS di dalam membangun Angkatan Perangnya (Ide Anak
Agung Gde Agung, 1983:311-312).
Hasil
sidang KMB dalam urusan Militer adalah kabijakan lanjutan dari kesepakatan dari
Konferensi Inter Indonesia yang dilakukan di Yogyakarta dan Jakarta. Kebijakan
militer RIS ini harus sesegera mungkin dilaksanakan, agar RIS mempunyai
pertahanan yang mampu menopang keamanan bangsa dan Negara Republik Indonesia Serikat.
Dalam
Sidang – sidang konferensi Inter-Indonesia antara Republik Indonesia dengan Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO)
di Yogyakarta dan Jakarta pada bulan Juli dan Agustus 1949, dicapai kata
sepakat mengenai konsepsi bersama yang akan dibawa ke Konferensi Meja Bundar,
kepentingan terpenting Konferensi Inter-Indonesia dalam bidang Militer adalah,
bahwa angkatan Perang Negara Republik Indonesia Serikat akan berintikan TNI
dengan menerima anggota – anggota dari KNIL dan pasukan – pasukan Indonesia lain
yang dibentuk oleh belanda (Nugroho Notosusanto,1976:71).
Kebudayaan RIS
hasil – hasil
rekomendasi dari Komisi urusan Kebudayaan RIS dalam KMB tidak memberikan
pengaruh yang signifikan, dengan kata lain kebudayaan yang dimiliki dan dianut
oleh RIS tidak akan jauh berbeda dengan kebudayaan yang telah dianut dan
dilakukan oleh Negara – Negara lainnya.
Untuk
memajukan hubungan – hubungan di bidang pengajaran, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan, maka dibentuklah suatu komisi bersama, yang untuk itu setiap peserta
dapat mengengkat tujuh orang anggota. Kedua peserta akan memajukan pengetahuan
tentang kebudayaan masing – masing, demikian pula tentang penukaran penerangan
tentang urusan – urusan kebudayaan. Atas permintaan, bantuan di bidang
kebudayaan, pendidikan dan karya Ilmiah akan saling diberikan, termasuk soal
penukaran guru – guru besar, para ahli dan guru – guru, sedangkan beasiswa –
beasiswa disediakan oleh para peserta kepada para ilmuwan kedua pihak secara
timbale balik akan diberi kemungkinan untuk melakukan penyelidikan di daerah
pihak yang lain (Ide Anak Agung Gde Agung, 1983:312).
Telah
terjadi kesepakatan antara pihak Kerajaan Belanda dengan RIS tentang pemecahan
masalah Kebudayaan. Antara Belanda dan RIS telah bersepakat bahwa dalam hal
pengetahuan, pendidikan, serta kebudayaan diadakan kerja sama dalam pembinaan
dan pembangunan kebudayaan. Pemerintah kerajaan Belanda bersedia untuk bertukar
orang – orang yang ahli dalam ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Dalam
kesepakatan itu pula, tentang pemeliharaan benda – benda budaya yang dimiliki
oleh pemerintah kerajaan Belanda dan RIS secara bersama – sama.
Keadaan Sosial RIS
Permasalahan
yang dikemukakan dalam sidang KMB lebih kepada status dari para pegawai
pemerintahan yang berkebangsaan Belanda yang bekerja di Indonesia. Pasal yang
terpenting yang dibicarakan di dalam Komisi urusan Sosial ialah kedudukan
pegawai – pegawai sipil pemerintah pada saat penyerahan kedaulatan.
Di
dalam soal ini telah dicapai persetujuan, yang pasal – pasal utamanya adalah sebagai
berikut :
Pada
asasnya Pemerintah Republik Indonesia Serikat menerima semua pegawai sipil
pemerintah Belanda, yang bekerja di Indonesia pada saat penyerahan kedaulatan,
pemerintah Republik Indonesia Serikat tak akan mengadakan peraturan – peraturan
yang merugikan pegawai pemerintah tersebut yang berkebangsaan Belanda.
Pemerintah Republik Indonesia Serikat mempertahankan hak menyaring kembali dan
mengelompokkan kembali pegawai – pegawai ini, dengan pengertian bahwa, jika
pegawai – pegawai demikian tersebut diberhentikan tidak atas permintaan
sendiri, maka tanggung jawabnya dipikul oleh pemerintah RIS bagi dibayarkannya
ganti rugi (Ide Anak Agung Gde Agung, 1983:314).
Pemerintah
RIS akan menjamin tiap – tiap pegawai pemerintah yang berkebangsaan Belanda
yang bekerja di Indonesia akan keselamatan dan hajat hidupnya ditanggung oleh
pemerintah RIS. Selama para pegwai berkebangsaan Belanda tersebut masih
menginginkan untuknbekerja di Indonesia tanpa ada paksaan dan jika berhenti itu
atas kehendaknya sendiri.
Perkembangan
Republik Indonesia Serikat tidak bisa dilakukan dengan pesat dan cepat, melihat
dari pada komposisi aparatur pemerintahan, serta rekomendasi dan kebijakan
hasil Konferensi Meja bundar yang menyegerakan berjalannya roda pemerintahan
RIS. Tetapi tidak semua kebijakan dan hasil rekomendasi KMB dapat terlaksana
dan dilakukan oleh Pemerintah RIS, dalam hasil masalah keuangan dan ekonomi RIS
tidak begitu menguntungkan pemerintah yang baru berdiri itu. Permasalahan
Militer sebagai alat pertahanan RIS yang diambil dari peleburan TNI dan anggota
– anggota bekas KNIL belum bisa menyesuaikan diri satu sama lainnya. Ini
menyebabkan kerentanan dalam hal pertahanan RIS, dan dapat menyebabkan
perpecahan dan disintegrasi terhadap kedaulatan RIS ke depan.
Keadaan
RIS Tahun 1949 – 1950
Republik
Indonesia Serikat (RIS) yang merdeka dan berdaulat adalah Negara hukum
demokratis yang berbentuk federal. RIS dilakukan oleh pemerintah federal
bersama parlemen dan senat. Wilayahnya meliputi seluruh daerah Indonesia yang terdiri
atas:
a.
Negara Republik Indonesia, Negara
Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara
Sumatera Timur dan Negara Sumatera Selatan.
b.
Kesatuan poltik yang berkebangsaan yaitu
Jawa Tengah Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Banjar,
Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur.
c.
Daerah-daerah lain yang bukan daerah
bagian. Alat perlegkapan RIS terdiri atas presiden, Dewan Menteri, Senat, Dewan
perwakilam Rakyat, mahkamah agung, dan dewan pemerksa keuangan. Parlemen
terdiri atas 150 orang, Senat sebagai perwakilan Negara-negara bagian adalah
Badan Penasehat. Tiap Negara bagian mengangkat 2 orang wakil di Senat.
Disintegrasi terhadap Kedaulatan Republik Indonesia Serikat
Sementara
itu rakyat tidak setuju apabila Konstitusi RIS diberlakukan secara dominan. Dalam
keadaan seperti itu, dapat menyulut perpecahan dan terjadi disintegrasi dalam
pemerintahan dan kedaulatan RIS yang baru berdiri itu. Dalam keadaan rakyat
yang kecewa, ada beberapa pihak yang mengambil kesempatan tersebut dengan
mengadakan suatu aksi pemberontakan di beberapa daerah.
1.
Gerakan
Angakatan Perang Ratu Adil (APRA)
Tantangan
pertama datangnya dari Gerakan APRA di Jawa Barat. APRA adalah singkatan dari
angkatan Perang Ratu Adil. APRA adalah gerakan Teroris dari tentara KNIL yang
dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling, orang yang dengan kejam membunuh
rakyat di Sulawesi selatan. Westerling yang mengetahui kerinduan rakyat akan
datangnya Ratu Adil yang akan membawa keadilan dan kemakmuran mengira bahwa
dengan nama Angkatan Perang Ratu Adil akan berhasil memikat rakyat di Jawa
Barat untuk membantu gerakannya (R. Nalenan, 1981:200).
Gejala
APRA ini muncul di bandung, yang menyampaikan ultimatum kepada pemerintah RIS
dan Negara Pasundan supaya diakui sebagai tentara Negara Pasundan dan menolak
dibubarkannya Negara tersebut (Saleh As’ad Djamhari, 1979:62).
Pada
23 Januari 1950 Westerling menguasai Bandung dan merencanakan akan mengambil
alih pemerintahan di Jakarta. Pemberontakan berhasil ditumpas. Setelah
pemberontakan berhasil dilumpuhkan, Westerling dikembalikan ke Belanda pada
bulan Februari 1950.
Di
Kalimantan Barat Sultan Hamid II menentang masuknya APRIS dengan intinya TNI,
serta menolak untuk mengakui Menteri Pertahanan RIS yaitu Hamengku Buwono IX
dan menyatakan bahwa dialah yang berkuasa di daerah itu (Saleh As’ad Djamhari,
1979:62)
Gerakan
APRA di bandung dan aksi penolakan dan pemberontakan Sultan Hamid II merupakan
suatu gerakan yang didasari atas kerja sama kedua belah pihak untuk memecah persatuan
dan kedaulatan RIS.
2.
Pemberontakan
Andi Azis
Di
Makasar (Ujung Pandang) terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Andi Azis yang
semula menolak peleburan anggota-anggota KNIL ke dalam APRIS. Pemberontakan ini
berhasil dipadamkan oleh pasukan APRIS. Andi Azis menyerahkan diri dan ia
dijatuhi hukuman 14 tahun penjara oleh Panglima Tentara di Yogyakarta.
Peristiwa ini timbul karena proses peleburan KNIL tidak berjalan lancer.
Pimpinan tentara Belanda di Makasar tidak pernah memberikan petunjuk, apalagi instruksi
mengenai aturan pelaksanaannya (A.S.S. Tambunan,1991:80).
Ketidak
tahuan para anggota KNIL yang berada di Makasar menyebabkan kesalah fahaman
terhadap kabijakan pemerintah RIS dalam melebur KNIL ke dalam APRIS. Bukan
hanya itu, kesepakatan dalam konferensi Inter-Indonesia yang melebur TNI dan
KNIL dalam satu tubuh yaitu APRIS membuat pimpinan KNIL Makasar yaitu Andi Azis
merasa tidak senang. Sehingga menolak dan terjadi bentrokan dengan TNI yang
akan dikirim ke Makasar. Pasukan TNI yang dikirim ke Makasar adalah pasukan TNI
pimpinan H.V. Worangdan disebut Batalyon Worang.
3.
Gerakan
Republik Maluku Selatan (RMS)
Gerakan
sparatis lainnya yang mengancam kedaulatan RIS adalah gerakan membentuk Negara
sendiri yang disebut “Republik Maluku Selatan” (RMS). Pendiri RMS adalah Mr.
Dr. Christian Robert Steven Soumokil bekas Jaksa Agung NIT (A.S.S. Tambunan,
1991:81).
Pada tanggal 25 April 1950 ia memproklamasikan
berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS). Pemerintah mengirimkan dr. Leimena
untuk menyelesaikan masalah tersebut secara diplomatik. RMS menolak untuk
berunding. Akhirnya pemerintah membentuk ekspedisi di bawah pimpinan Kol.
Kawilarang untuk menumpas RMS. Pada tanggal 28 September 1950 pasukan ekspedisi
mendarat di Ambon dan menguasai pulau Ambon. Pemberontakan berhasil dipatahkan
namun beberapa tokohnya melarikan diri ke Belanda, kemudian membentuk
“Pemerintah buangan”.
Ketiga
pemberontakan yang terjadi selama masa pemerintahan RIS merupakan suatu gerakan
disintegrasi terhadap kedaulatan RIS. Ini merupakan sebuah bentuk ketidak
puasan terhadap kebijakan dan pemerintahan yang dijalankan oleh RIS dan
disintegrasi ini menjadi salah satu faktor perpecahan dalam tubuh RIS dan
hancurnya RIS.
Masalah
Ketatanegaraan RIS
Persoalan
lain yang dihadapi Pemerintah RIS adalah adanya desakan dari rakyat di beberapa
Negara bagian untuk segera dapat bergabung dengan RIS dan mengubah bentuk
Negara. Kebijaksanaan pemerintah dalam hal ini didasarkan pada konstitusi
sementara yang terbentuk sebagai hasil persetujuan bersama, di mana pemerintah
telah berjanji untuk menjalankan dan memelihara peraturan yang tercantum dalam
onstitusi RIS. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kebijakan politik dalam
negerinya terutama menyangkut perubahan bentuk kenegaraan RIS, pemerintah harus
berpegang pada ketentuan-ketentuan Konstitusi Sementara itu.
Negara
bagian yang menghendaki adanya perubahan bentuk Negara itu antara itu antara
lain NIT. Dalam rapat istimewa yang terjadi pada bulan Maret 1950, di mana
partai-partai politik dan organisasi yang mewakili rakyat Indonesia Timur telah
mengeluarkan suatu pernyataan:
- Rakyat
Indonesia Timur tidak setuju dengan adanya NIT, karena NIT adalah ciptaan
Van Mook.
- Rakyat
Indonesia Timur adalah rakyat Indonesia yang setia pada kemerdekaan 17
Agustus 1945;
- Republik
Indonesia adalah ciptaan Rakyat Indonesia sendiri bedasarkan pada
Proklamasi 17 Agustus 1945;
Dalam
Konferensi Malino, utusan dari Timor menuntut agar Bendera Negara Indonesia
Timur ialah bendera Merah Putih, dan lagu Negara Indonesia Timur adalah lagu
Indonesia Raya (Drs. R. Nalenan,1981:179).
Dalam
mempertahankan isi Proklamasi 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia Timur tetap
menganggap Irian adalah suatu daerah Republik Indonesia yang harus direbut
kembali. Selain NIT, dewan Bangka menyatakan setuju dengan segala resolusi dan
mosi-mosi yang menuntut pemasukan daerah otonom Bangka ke dalam Republik
Indonesia. Di Madura muncul suatu tuntutan dari fraksi Indonesia dan Fraksi
Islam dalam DPRS Madura yang menuntut agar Madura hendaknya digabungkan dalam
Republik. Hal yang serupa dilakukan oleh Negara Sumatera Selatan.
Permasalahan
Keuangan dan Ekonomi RIS
RIS
dihadapkan pada persoalan keuangan Negara. Sesuai dengan hasil keputusan KMB
bahwa Repulik harus menanggung semua hutang, baik hutang dalam negeri maupun
hutang luar negeri yang merupakan warisan dari pemerintah Hindia-Belanda. Untuk
mengatasi kesulitan di bidang keuangan, RIS mengambil jalan:
a.
Mengadakan rasionalisasi dalam susunan
Negara dan dalam badan-badan serta alat-alat pemerintahan;
b.
Menyelidiki secara lebih baik dan teliti
mengenai anggaran Negara-negara bagian;
c.
Mengintensiveer pemungutan berbagai
iuran dan cukai
d.
Mengadakan pajak baru;
e.
Mengadakan pinjaman nasional.
Masalah
berikutnya yang dihadapi oleh Pemerintah RIS adalah mengenai persoalan “Negara
Hukum”. Langkah pertama dalam lapangan kehakiman ialah mempelajari keadaan tata
hokum Indonesia pada waktu penyerahan kedaulatan, terutama menyelidiki bagian
hokum mana yang masih berlakumenurut Konstitusi RIS, dan bagian hokum mana yang
telah hilang kekuatannya terkait dengan penyerahan kedaulatan. Ini akan
diselidiki pula, hokum mana yang harus segera dicabut, diubah atau diganti
terkait dengan RIS.
Masalah
terakhir adalah angkatan perang. TNI merupakan inti dari Angkatan Perang RIS.
Maka dalam persetujuan KMB mengenai persoalan tentara yang disebut hanya
persoalan reorganisasi KNIL. Masalah ini pula yang turut menyebabkan
pemberontakan yang dipimpin oleh Andi Azis.
Berakhirnya Republik Indonesia
Serikat
Kesepakatan
antara kerajaan Belanda dengan Republik Indonesia demi menghindari peperangan
serta mengurangi penderitaan rakyat Indonesia dari perang, serta menghindari
terjadinya Agresi militer Belanda, maka pemerintah RI bersedia untuk
berkompromi dengan pemerintah kerajaan Belanda. Dalam perundingan –
perundingannya, kedua belah pihak dibentu oleh Negara – Negara yang
memperdulikan perdamaian serta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa – Bangsa
(PBB).
Berbagai
jalan telah ditempuh untuk mencari pemecahan permasalahan antara Belanda dengan
Indonesia, melalui Konferensi Asia di New Delhi India yang dilaksanakan tanggal
20 Januari 1949 merupakan salah satu jalan untuk mencari pemecahan masalah
antara kedua belah pihak. Resolusi Dewan Keamanan PBB turut membantu dalam
mencari jalan keluar dengan mengeluarkan Resolusi – resolusi perdamaian.
Komite
Tiga Negara (KTN) yang menjadi salah satu resolusi Dewan Keamanan, Belanda yang
diwakili oleh Belgia, Indonesia diwakili oleh Australia yang selanjutnya
difasilitasi oleh Amerika Serikat. Yang selanjutnya diteruskan dalam
kesepakatan Renville yang dilaksanakan di atas Kapal Perang USS. Renville milik
Amerika Serikat telah ditempuh kedua belah pihak demi perdamaian keduanya.
Maka
disepakati pula hasil kesepakatan Roem Royen untuk mengatasi krisis antara
Belanda dengan Indonesia yang sempat meruncing dengan dilancarkannya Agresi
militer. Sebuah kesepakatan yang akan membawa Republik Indonesia dan Belanda
menuju pada suatu pemahaman dan membentuk suatu pemerintahan bersama dalam
Konferensi Meja Bundar (KMB).
Ketika
Konferensi Meja Bundar dibuka tanggal 23 Agustus 1949, maka dimulailah
perundingan – perundingan yang akan membawa Indonesia dalam mencari jalan baru
tanpa adanya peperangan dan jalan untuk membentuk suatu kedaulatan baru. Sebuah
perundingan yang menghasilkan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Republik
Indonesia Serikat yang diresmikan tanggal 27 Desember 1949 telah membawa
Republik Indonesia memasuki era baru, yaitu menjadi sebuah Negara Bagian yang
dibentuk oleh Belanda dengan sistem pemerintahan federal.
Adalah
Letnan Gubernur Jenderal Van Mook, yang merancang ide untuk menjadikan
Indonesia sebagai Negara Federal. Adalah Letnan Gubernur Jenderal Van Mook yang
mendirikan Negara – Negara boneka di indonesia demi melemahkan dan membatasi
ruang gerak politik dari pemerintahan Republik Indonesia yang sah. Dan ide Van
Mook sehingga Belanda melaksanakan Agresi Militernya, sehingga membuat Republik
Indonesia mengambil jalan untuk berunding dan mencari jalan keluar tanpa
peperangan. Dan mau tidak mau Indonesia harus menerima hasil perundingan KMB
yang menyepakati dibentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS).
Hasil
– hasil perundingan antara Kerajaan belanda dan Republik Indonesia yang telah
dilakukan di berbagai kesempatan dan waktu sehingga menghasilkan Republik
Indonesia Serikat tidak membawa pengaruh yang berarti. Terbukti sejak
pendeklarasian RIS sebagai Negara yang berdaulat, ternyata kedaulatan RIS tidak
berjalan lama dan dapat dikatakan hanya seumur jagung. Suatu perjuangan yang
sia – sia yang dilakukan Indonesia dan Belanda, karena pada dasarnya kedaulatan
Republik Indonesia akan kembali menjadi tumpuan bersatunya seluruh wilayah di
Indonesia.
Beberapa
penyebab gagalnya Republik Indonesia Serikat dalam mempertahankan kedaulatannya
sebagai sebuah Negara Federal, adalah :
- Disintegrasi
Kedaulatan Republik Indonesia Serikat.
Di
beberapa daerah di wilayah RIS telah terjadi pemberontakan dan gerakan yang
mengancam kedaulatan RIS,yaitu: Gerakan angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Pimpinan Kapten Raymond Westerling dan Sultan Hamid II, Pemberontakan Andi Azis
pimpinan KNIL di Makasar yang tidk menerima peleburan KNIL ke dalam APRIS,
serta gerakan mendirikan Negara sendiri yaitu Republik Maluku Selatan (RMS)
pimpinan Dr. Soumokil di Maluku yang tidak menerima kebijakan – kebijakan RIS.
- Ketatanegaraan
Republik Indonesia Serikat
Adanya
desakan dari Negara – Negara bagian RIS agar segera diadakan perubahan bentuk
Negara. Alasannya adalah bahwa Negara – Negara bagian yang masuk ke dalam RIS
masih setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan masih setia kepada
Pancasila dan UUD’45.
- Masalah
Keuangan dan Ekonomi RIS
Negara
yang baru berdiri seperti RIS harus mendapat tanggung jawab dalam hal ekonomi
dengan hutang akibat perang. Hal ini pula yang tidak dapat menopang kelangsungan
kedaulatan RIS, ini yang menimbulkan rasa ketidak puasan rakyat dan Negara –
Negara bagian terhadap kabijakan – kebijakan RIS yang diambil berdasarkan hasil
Konferensi Meja Bundar tanggal 23 Agustus 1949.
Negara
RIS buatan Belanda tidak dapat bertahan lama karena muncul tuntutan-tuntutan
untuk kembali ke dalam bentuk NKRI sebagai perwujudan dari cita-cita Proklamasi
17 Agustus 1945. Gerakan menuju pembentukan NKRI mendapat dukungan yang kuat
dari seluruh rakyat. Banyak Negara-negara bagian satu per satu menggabungkan
diri dengan Negara bagian Republik Indonesia.
Pada
tanggal 10 Februari 1950 DPR Negara Sumatera Selatan memutuskan untuk
menyerahkan kekuasaannya pada RI. Tindakan semacam ini dengan cepat dilakukan
oleh Negara-negaa bagian lainnya ynag cenderung untu menghapuskan Negara-negara
bagian dan menggabungkan diri ke dalam RI. Pada akhir Maret 1950, hanya tersisa
empat Negara bagian dalam RIS, yaitu Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Negara
Indonesia Timur, dan Republik Indonesia. Pada akhir April 1950, maka hanya
Republik Indonesia yang tersisa dalam RIS (Historia66's
Blog, 1 Maret 2010)
Penggabungan
Negara-negara bagian ke dalam RI menimbulkan persoalan baru khususnya dalam
hubungan luar negeri. Hal ini karena RI hanya Negara bagian RIS, hubungan luar
negeri yang berlangsung selama ini dilakukan oleh RIS. Sehingga peleburan
Negara RIS ke dalam RI harus dihindari untuk menjamin kedaulatan negara.
Solusinya adalah RIS harus menjelma menjadi RI.
Setelah diadakan konferensi antara Pemerintah RIS dan RI untuk membahas penyatuan negara, pada tanggal 19 Mei 1950, pemerintah RIS dan RI menandatangani Piagam Persetujuan pembentukan Negara kesatuan. Pokok dari isi piagam tersebut adalah kedua belah pihak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya melaksanakan pembentukan Negara kesatuan berdasar Proklamasi 17 Agustus 1945.
Setelah diadakan konferensi antara Pemerintah RIS dan RI untuk membahas penyatuan negara, pada tanggal 19 Mei 1950, pemerintah RIS dan RI menandatangani Piagam Persetujuan pembentukan Negara kesatuan. Pokok dari isi piagam tersebut adalah kedua belah pihak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya melaksanakan pembentukan Negara kesatuan berdasar Proklamasi 17 Agustus 1945.
Rapat-rapat
antara pemerintah RIS dan RI mengenai Negara kesatuan semakin sering dilakukan.
Setelah rapat mengenai Pembagian daerah yang akan merupakan wilayah NKRI, maka
pada tanggal 15 Agustus 1950 diadakan rapat gabungan yang terakhir dari DPR dan
Senat RIS di mana dalam rapat ini akan dibicarakan “piagam pernyataan”
terbentuknya NKRI oleh Presiden Soekarno. Setelah pembacaan piagam pernyataan
terbentuknya NKRI, maka dengan demikian maka pada tanggal 17 Agustus 1950
Negara Kesatuan diproklamirkan oleh Soekarno dan berlakulah Undang – Undang
dasar baru Negara Kesatuan Republik Indonesia (Ide Anak agung Gde
Agung,1983:334).
foto wilayah indonesia serikat gak ada?
BalasHapusterima kasiih!
BalasHapusGod Bless You Uncink Remod
BalasHapusTanks ya, makalahnya sangat menarik.
BalasHapusNegara belanda pada waktu itu tidak malu padahal pernah di jajah jerman pada pd 2 dia negara pengecut dan pecundang di masanya beraninya sama Indonesia yang belum memiliki persenjataan yang lengkap serta TNI yang terlatih
BalasHapusKan aghtnya sih kak
BalasHapusHalo, nama saya SALSABILLA ZULFKAR memangsa hukuman di tangan kreditor palsu. Saya kehilangan sekitar Rp. 30.000.000 karena saya butuh modal besar Rp. 300.000.000, Saya hampir mati, saya tidak punya tempat untuk pergi. Perdagangan saya hancur, dan dalam proses itu saya kehilangan anak dan ibu saya. Saya tidak tahan lagi dengan kejadian ini. Minggu lalu saya bertemu dengan seorang teman lama yang mengundang saya ke seorang ibu yang baik, Ms. KARINA ROLAND LOAN COMPANY, yang akhirnya membantu saya mendapatkan pinjaman sebesar Rp.500.000.000,00
BalasHapusIbu yang baik, saya ingin mengambil kesempatan ini untuk mengucapkan terima kasih, dan semoga Tuhan terus memberkati ibu yang baik KARINA ROLAND dan teman saya. Saya juga ingin menggunakan kesempatan ini untuk memberikan saran kepada orang Indonesia lainnya, ada banyak penipu di sana, jadi jika Anda memerlukan pinjaman dan keamanan dan siapa pun yang membutuhkan pinjaman harus cepat, hubungi KARINA ROLAND melalui email karinarolandloancompany@gmail.com
Anda masih dapat menghubungi ibu whatsApp nomor +1 (585) 708- 3478
Anda juga dapat menghubungi saya melalui email: (salsabillazulfikar4@gmail.com). untuk informasi lebih lanjut.